Kamis, 08/07/2010 12:52 WIB |
Ketika DR. Farid Anshari, seorang ulama dan aktivis gerakan Islam di Maroko menerbitkan bukunya April 2007 dengan judul : Enam Kekeliruan Gerakan Islam di Maroko, Penyimpangan Pemberhalaan Pemikiran dan Praktek, sontak dunia pergerakan Islam di Maroko khususnya dan Dunia Arab lainnya heboh.
Apa yang diangkat penulisnya dalam buku tersebut menjadi perbincangan luas dan menimbulkan pro-kontra. Seakan sudah menjadi kebiasaan di kalangan para aktivis gerakan Islam di seluruh dunia saat ini, apalagi di Indonesia, untuk tidak siap dikritik.
Setiap ada kritik pasti ada saja pembelaan yang membabi buta dari para pendukung serta qiyadahnya, kendati apa yang dikritik itu terang benderang seperti melihat mata hari di siang hari dan yang melakukan kritik itu adalah orang yang bertahun-tahun hidup di dalam gerakan tersebut.
Sebagai seorang akademisi, aktivis dakwah, pendiri lembaga pengkajian dan penulis, DR. Farid sebelumnya sudah meluncurkan beberapa buku ilmiyahnya yang sangat bermutu seperti, Tauhid, Pertengahan Dalam Tarbiyah Dakwah, Alfabetik Pembahasan Ilmu-Ilmu Syari’ah, Istilah Ushuli Menurut Imam Syatibi danPenjelasan Dakwah dan Fenomena Penggelembungan Politik.
Menarik untuk kita cermati bahwa dalam buku Enam Kekeliruan Gerakan Islam di Maroko, Penyimpangan Pemberhalaan Pemikiran dan Praktek, DR. Farid Anshari yang menduduki berbagai jabatan di perguruan tinggi di Maroko dan juga dosen Ushul Fiqh dan Maqashid Syar’iyyah dan bertahun-tahun bergabung dengan gerakan Islam khusunya Harokat Attauhid Wal Ishlah dan keluar tahun 2000, menjelaskan fenomena yang menakutkan yang terjadi dalam berbagai gerakan Islam, termasuk yang menganut aliran tasawuf dan salafi.
Dalam buku tersebut, DR Farid Anshari mencatat enam bentuk penyimpangan gerakan Islam, baik dalam bentuk pemikiran maupun prakteknya. Yang menakutkan ialah, bahwa penyimpangan tersebut sudah mengarah kepada “pemberhalaan”, sehingga mengalahkan nash shorih (dalil syar’i yang disepakati ulama keabsahannya).
Lalu beliau mengatakan, “Orang yang menyaksikan hiruk pikuk politik dan media menduga gerakan Islam sekarang sangat luar biasa dan mengalami kemajuan dalam percaturan peradaban. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya.”
Gerakan Islam Telah Menyimpang dari Tujuannya
DR. Farid Anshari melihat semua gerakan Islam sekarang mengalami setback di banding dengan sebelumnya. Kemundurannya sangat jauh. Bahkan telah gagal total dalam memelihara kedudukan strategisnya yang telah diraihnya dengan manhaj tarbiyah dan khitab (komunikasi) dakwah dan ilmu.
Sesungguhnya gerakan Islam saat ini telah kehilangan semua itu dan bahkan terusir dengan hina dari jati diri gerakan Islam itu sendiri. Kemunculannya sangat telanjang dan mudah dibaca oleh musuh-musuh ideoligisnya, sehingga mudah dilecut dengan cemeti yang akan mebuat saf-safnya berantakan, tanpa sampai ke target-target dasarnya. Sungguh gerakan Islam telah ditusuk oleh pisau-pisau hawa nafsu (syahwat dunia) dan juga oleh pisau-pisau musuh sehinga terluka parah.
DR. Farid Anshari memastikan bahwa gerakan Islam di Maroko, sebagaimana juga di kawasan dunia Islam lainnya, sesungguhnya sedang mengalami krisis yang luar biasa. Sebab utamanya tak lain ialah karena tidak memiliki kemampuan menunaikan tugas dan fungsi yang sebenarnya dan menegakkan risalah robbaniyah di mana hal tersebutlah yang mendasari berdirinya, menjadi syarat kelahirannya sehingga mendapatkan dukungan yang luar biasa di awal-awal kelahirannya.
Pemberhalaan Manhaji
DR. Farid Anshari menilai bahwa orientasi gerakan Islam di Maroko dengan nyata jatuh ke dalam ‘syirik khafi’ (syirik tersembunyi) atau apa yang ia namakan dengan “pemberhalaan manhaji.” Yang demikian itu terjadi karena gerakan Islam dalam memilih strategi besarnya terjadi penyimpangan.
Penyimpangan tersebutlah yang akan menghambat gerakan Islam itu sendiri untuk berada selalu di jalan orisinilitasnya sehingga berbagai bentuk dan formalitas organisasi (tanzhim) telah menjadi dinding penghambat untuk tidak mampu lagi melihat target atau tujuan ‘iqamatuddin’ (menegakkan Islam), dalam diri dan dalam masyarakat.
Dari hasil pengalamannya hidup dengan gerakan Islam, DR. Farid Anshari menyimpulkan bahwa terdapat enam kekeliruan manhaji yang besar di mana kekeliruan yang manhaji tersebutlah yang menjadi sumber semua penyimpangan yang terjadi. Itu pulalah yang menjadi sebab dari semua bentuk pemberhalaan yang sudah menyatu dengan kuat dalam pemikiran para aktivis Islam dan dalam praktek organisasi mereka.
Hasilnya ialah, hati mereka sangat terpaut dengannya baik dalam keadaan harap dan cemas, mensucikannya sehingga dijadikan thaghut dan berhala yang membatasi hati dari ikhlasuddin lillah (ikhlas dalam menjalankan Islam yang bersumber dari Allah).
Adapun enam kekeliruan (berhala) tersebut ialah :
1. Pemberhalaan Pilihan Politik.
2. Pemberhalaan Pemilihan Perkumpulan
3. Pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin
4. Pemberhalaan Mekanisme Organisasi
5. Pemberhalaan Akal Muthi’iyyah
6. Pemberhalaan Mazhab Hambali Bagi Kalangan Salafi
Pemberhalaan Pilihan Politik.
Dalam pandangan DR. Farid Anshari, yang memberikan contoh tentang gerakan Islam di Aljazair, menyatakan, kesalahan terbesar yang dilakukan gerakan Islam ialah partai politik, atau lebih tepatnya mempolitisasi partai politik. Yang ia maksud di sini ialah Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) yang dipimpin oleh DR. Sa’duddin Ustmani (belakangan ini PKP pecah menjadi dua setelah peninggalan syekh Mahfuz Nahnah). Dengan partai politik seperti itu, para aktivis gerakan Islam beraktivitas dalam dunia syak (keraguan), di mana sebelumnya mereka bekerja dan beraktivitas dalam keyakinan.
Dulu, sebelum berpartai, mereka lebih dekat ke ikhlas dalam beramal. Namun sekarang amal Islami sudah tercampur baur (keikhlasan dengan riya’). Dengan demikian, mereka berpindah dari maqashidusy-syar’i(tujuan-tujuan syariah) kepada maqashidul ‘adat (tujuan-tujuan adat istiadat).
Lalu, masuklah ke dalam partai mereka orang-orang yang tidak jelas, persis seperti yang Allah katakan, "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak yakin), maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS.22 : 11).
Sesungguhnya menjadikan partai dalam amal Islami (versi partai politik sekarang), mirip dengan cerita Bani Israil menjadikan anak lembu sebagai sembahan.
Kemudian DR. Farid menjelaskan, sesungguhnya amal Islami di Maroko sumbangan pertamanya adalah generasi yang membawa kebaikan dan keberkahan. Kemudian, muncullah partai politik. Lalu partai politik itu menghancurkan semua sumbangan itu sebagaimana yang dilakukan Samiri (pengikut nabi Musa) menghancurkan semua asset keimanan Bani Israil, saat ditinggalkan Musa as.
Pemberhalaan partai seperti itu, menurut DR. Farid Anshari telah menciptakan kebanyakan aktivis gerakan Islam sibuk dengan persoalan duniawi saja, kemudian mereka menjadikan persolan tersebut menjadi persolan mereka sendiri, dengan alasan ‘jatah’ atau mereka berhak untuk itu.
Analisa DR. Farid terkait masalah partai politik gerakan Islam itu sangat tajam sebagaimana yang ia katakan : Aktivis gerakan Islam telah terjebak masuk ke dalam komunikasi materialis yang dijadikan sebagai hal yang utama.
Mereka menganalisa krisis ekonomi, masalah pengangguran, atau perlawanan politik terhadap kejahatan Yahudi (di Palestina) dan sebagian fanatikus Nasrani, atau dari kaum Zindiq yang datang dari kalangan Muslim sendiri melalui demonstrasi-demonstrasi. Pada sore harinya mereka pulang dalam keadaan selamat dan dengan hati yang tenang karena (meyakini) mereka sudah berhasil melakukan sebuah perjuangan yang akan memberi syafaat bagi mereka nanti di hadapan Allah.
Sesungguhnya gerakan Islam di Maroko telah gagal total baik dalam tinjauan syar’i maupun siyasi. Hal itu disebabkan karena mereka ingin memetik buah sebelum matang. Sebab itu mereka menelan pahitnya buah yang belum matang itu.
Sebagai alternatif partai politik, DR. Farid melihat bahwa gerakan Islam di Maroko bisa sampai ke tujuan politiknya yang afdhal tanpa harus melalui media partai, yakni melalui aktivitas dakwah yang komprehensif.
Dengan demikian, gerakan Islam akan muncul dengan tokoh-tokoh dan pemikiran yang dilahirkannya di tengah-tengah masyarakat dalam semua lapangan kehidupan dan tersebar di berbagai sektor. Dari masjid sampai ke pabrik, kemudian ke manajemen (pemerintahan). Dari pendidikan, media sampai ke ekonomi.
Bahkan dengan demikian, gerakan Islam memungkinkan untuk mensuplai berbagai partai politik dengan sdm handalnya sehinngga memungkinkannya untuk menawarkan program politiknya, tanpa harus tergelincir ke syirik konsumtif parsialisasi bagi kekuatannya.
Pemberhalaan Pemilihan Perkumpulan
DR. Farid menilai bahwa gerakan Islam memasuki eksperimen perkumpulan tanpa persiapan dan tanpa filterisasi. Dengan modal akhlak dan sedikit pengetahuan agama, para aktivis gerakan Islam megharungi gelombang aktivitas yang masih menggunakan bahasa percaturan kelas sosial, slogan-slogan marksisme dalam pemikiran ekonomi dan teori-teori sosialisme dalam menangani persoalan dunia kerja dan buruh.
Dr Farid yakin bahwa gerakan Islam terlibat menyalakan api pemogokan bekerja – dengan meniru cara organisasi-organisasi marksisme dan partai-partai oportunis – untuk melakukan tekanan politik terhadap lembaga-lembaga tertentu untuk meloloskan agenda-agenda lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan perbaikan kerja dan buruh.
Dengan demikian, disadari atau tidak, gerakan Islam bersaham dalam mentarbiyah para anggotanya untuk berbohong dan menipu, su-ul akhlak (akhlak buruk) dalam berdebat dan berdiskusi. Sebagai gerakan Islam tidak pantas berlomba dengan kelompok kiri dalam menuju kehancuran dan amoral.
Demikian pula halnya dengan perkumpulan mahasiswa yang disetir gerakan Islam. DR. Farid mengkritiknya, khususnya Persatuan Pelajar Maroko yang menyingkat namanya dengan “OTOM” dan menyebutnya dengan “Berhala OTOMI”.
Sebab, OTOM masuk ke dalam percaturan melawan ilmu dan akhlak (karena kebanyakan berdemo sehingga nilai akademis mereka anjlok). Lalu mereka kehilangan kepercayaan dari para mahasiswa, dosen, universitas dan manusia lainnya.
Pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin
Sesungguhnya fenomena pemberhalaan Qiyadah itu hampir terjadi di semua gerakan Islam, baik yang menamakan dirinya gerakan Islam maupun tidak. DR. Farid melihat bahwa fenomena pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin itu terjadi setelah kehilangan Qiyadah yang berilmu, konsisten dengan risalah Robbaniyah (misi Allah) dan smart.
Lalu, tokoh yang kurang ilmunya dalam memimpin amal Islam ini sejak dari yang tertinggi, menengah sampai ke tingkat paling bawah. Hal tersebut menyebabkan munculnya pemberhalaan para Qiyadah sehingga pentunjuk jalan harokah (amal dakwah) hanya berdasarkan kecenderungan dan karakter mereka, bukan berdasarkan kaedah-kaedah Ilmu dan skala prioritassyar’iyyah.
(Sering kita melihat di lapangan mereka mengatakan : ini sudah berdasarkan skala prioritas, namun yang menentukan prioritasnya adalah akal mereka, bukan Islam yang menentukannya). Di antara fenomenanya, egoistik (arogansi) organisasi dalam jamaah gerakan Islam semakin membesar dan pada waktu yang sama terjadi pengagungan individu ( dan pemasungan pemikiran besar –meminjam istilah DR. Qardhawi– dan pembunuhan karakter anggota yang kritis dan berfikir sehat).
Pemberhalaan Mekanisme Organisasi
Apa yang dimaksudkan DR. Farid dengan mekanisme organisasi ialah uslub manajemen organisasi yang dijadikan sandaran pembentukan struktur organisasi dalam memenej amal Islami dan menjalankannya. Mekanisme organisasi ini tengah menghadapi problem kepartaian (meniru gaya patai umumnya) sehingga menyebabkan keputusan internal mencekik leher dan tidak memberi peluang sama sekali kepada para anggota untuk bernafas di luar partainya.
Dari sinilah DR. Farid Anshari mengkritik dengan apa yang ia namakan dengan “Pemberhalaan Syahwat Demokrasi” di mana problem gerakan Islam ialah ketika meletakkan demokrasi dengan berbagai mekanismenya pada tempat yang keliru, seperti pemilihan tokohnya yang akan menjadi anggota majlis syura (di Indonesia : legislatif) melalui suara masyarakat awam dan juga posisi strategis lainnya seperti Islamisasi sistem dan pengarahan manhaj Islam lainnya dengan syarat-syarat demokrasi, bukan dengan syarat-syarat syari’at Allah. Hal tersebut membuka peluang orang-orang bodoh nan licik untuk maju dan terbuangnya orang-orang yang faqih dan bijak.
Sebagai solusinya, penulis buku tersebut mengusulkan ‘sistem fitrah” yang terlepas dari tingkatan-tingkatan formal dan gelar/pangkat yang tidak mungkin membuka peluang bagi para penjilat dan pak turut. Tidak ada pula tempat bagi sosok ‘patung’ dan ‘berhala’. Kemudian, semua keputusan terkait susunan struktur diambil berdasarkan keahlian (profesionalisme).
Pemberhalaan Akal Muthi’iyyah
Yang dimaksud penulis dengan Pemberhalaan Akal Muthi’iyyah ini ialah manhaj haroki yang disusun pertama kali oleh Syekh Abdul Karim Muthi’, pendiri Gerakan Pemuda Islam yang didirikan di Maroko di awal 70an. Menurut pandangan penulis, gerakan tersebut didirikan di atas dasar manuver-manuver politik dan kibul yakin ( tipu-tipuan).
Menurut DR. Farid Anshari, gerakan Islam di Maroko telah gagal. Beliau menuliskan ringkasan sejarah gerakan Islam di Maroko untuk memberikan kesimpulan kegagalan persatuan yang terjadi antara Gerakan Ishlah dan Tajdid dengan gerakan Ikatan Masa Depan Islam. Gerakan tersebut gagal dalam meberikan produknya yang Islami di tingkat tujuan (hadaf), keterwakilan Islam dan kaderisasi, kemudian gagal juga dalam tingkat syura itu sendiri.
Dalam konteks ini, DR. Farid menjelaskan : “Gerakan Ishlah dan Tauhid” menduga bahwa ia adalah teladan terbaik dalam penerapan syura Islam dalam internal gerakannya. Bahkan para pemimpinnya ada yang melihat sebagai teladan terbaik di level Dunia Islam, apakah terkait dengan membangun struktur organisasi, maupun dalam mengambil keputusan dan sikap.
Saya menyakini –sebagai mantan salah seorang anggota Maktab Tanfidzi (lembaga eksekutif), anggota Majlis Syura, dan mengemban tugas organisasi lainnya seperti penangggung jawab aktivitas mahasiswa– bahwa semua itu hanyalah waham (klaim) semata. Hakikat sebenarnya adalah bahwa gerakan tersebut adalah organisasi yang paling piawai dalam berdemokrasi dengan pengertian politik.
Yang saya maksudkan ialah demokrasi yang bisa menyihir dalam rangka mengelabui masyarakat, lembaga syura, dengan mengatakan bahwa para anggotanyakan sudah hadir, menyatakan pendapat dan telah melihat. Pada kenyataannya mereka tidak melihat apa-apa, bahkan yang ikut syura tidak mengetahui apakah hakikat atau khayalan.
Saya belum melihat seumur hidup apa yang ikhwah namakan dengan syura ikhwah/qiyadah adalah syura yang sebenarnya, tapi adalah demokrasi. Itupun mirip dengan permainan benang tukang sulap.
Pemberhalaan Mazhab Hambali dalam Gerakan Salafi
Setelah menjelaskan sejarah pergerakan Salafi di Maroko, DR. Farid Anshari membahas apa yang ia namakan dengan “penjajahan konsepsi dan penyimpangan prilaku” di kalangan Salafi.
Di antaranya : benturannya dengan batu karang mazhab. Di antara kekeliruan besar manhaji kalangan Salafi di Maroko ialah pelecehannya terhadap masalah karakteristik permazhaban. Hal tersebut membuat kalangan Salafi gagal menjalankan proyek perbaikan, ditambah lagi keberpalingannya dari mazhab Maliki dan penjajahannya atas prinsip ‘skala prioritas’.
Setelah itu, DR. farid menjelaskan sikap ghuluw (berlebihan/ekstrim) kalangan Salafi dalam merealisasikan persoalan ‘aqidah. Kesalahan manhaji ketiga ialah, menghadapi tasawuf secara membabi buta, tanpa membedakan bentuk, masalik (cara-cara yang ditempuh) dan tidak pula mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang rusak.
Sedangkan kesalahan manhaji yang keempat ialah, membesar-besarkan bentuk-bentuk formal sehingga tampilan luar telah menjadi standar mendasar bagi keselamatan agama pada kebanyakan mereka. Kemudian beliau menjelaskan kesalahan manhaji yang kelima, yakni yang tercermin dalam hubungan materi yang disyaratkan oleh sebagian negara bagian Timur (Arab)
Risalah Untuk Gerakan Islam
Buku tersebut ditutup oleh DR. Farid dengan sebuah judul yang sangat menarik, yakni Risalah Untuk Gerakan Islam. Dalam risalah tersebut beliau menjelaskan : “Tidakkah datang masanya bagi gerakan Islam untuk bertaubat kepada Allah, berpegang teguh pada Kitab-Nya, menghancurkan patung-patungnya, melepaskan belenggu-belenggunya dan meniti jalan Al-Qur’an? Apakah gerakan Islam siap kembali kepada keikhlasan ibadahnya, kebaikan manhajnya, dan ketersebaran dakwahnya?
Apakah komunikasinya akan kembali kepada penerapan risalah Al-Qur’an, akhlak Al-Qur’an dan prioritas menurut Al-Qur’an? Kemudian, apakah kalangan Salafi akan kembali kepada salafush-shalehnya, kepada keikhlasan beragamanya, mengenalkan manusia kepada Rabb mereka dan meninggalkan semangat perpecahan dan kemunafikannya?
Kemudian, apakah kalangan sufi akan kembali kepada sumber minuman aslinya, keindahan sifatnya, meninggalkan sifat berlebihannya serta memperbaiki tingkatan keilmuannya dan kondisinya dan menampikan semua itu berdasarkan kaedah-kaedah ilmu dan timbangan Al-Qur’an dan Assunnah? (fj/iol)
sumber : http://www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar