Waktu tak pernah bosan berlalu, perjalanan usia makin merambat naik. Berjuta pandangan menyilaukan mata hingga tak pelak menanamkan berbagai macam keinginan dalam pikiran, seiring bertambahnya usia.
Setiap jiwa yang hidup didunia ini selalu saja ingin memiliki sesuatu yang indah, dan itulah fitrah. Keinginan untuk bisa memperhatikan dan diperhatikan oleh orang lain, hingga yang berbeda jenis sekalipun, pada dasarnya terjadi atas kehendak ilahi.
Namun, islam tetaplah agama yang diselimuti keindahan. Ia memiliki banyak aturan yang karenanya manusia menjadi terhormat . Agama fitrah ini tak pernah melarang pacaran, akan tetapi juga tidak melegalkan pacaran sebelum adanya jalinan “ resmi” antara dua jenis manusia. Maka kapankah islam membolehkan pacaran? Menikah....karena sesungguhnya itulah waktu tepat memulai pacaran antara dua insan yang dirundung cinta.
PERGAULAN BERLEBIH
Melihat keadaan di sekitar kita saat-saat ini memang banyak yang membuat hati kita merinding ketakutan, banyak hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan remaja kita pra pernikahan. Gaya hidup mereka sekarang ini yang “takut” dengan kata nikah kemudian lebih bangga dengan kata “pacaran”, sering membuat banyak orangtua khawatir akan “nasib” anak gadisnya.
Yang patut disayangkan, makna pacar dan pacaran justru menyempit dipakai oleh orang yang belum bahkan tidak pantas melakukannya. Sejatinya pacaran adalah aktivitas yang dilakukan oleh sepasang suami istri. Bukan penjajagan untuk persiapan menuju jenjang pernikahan atau pemutusan hubungan.
Merebaknya kasus perzinahan yang melibatkan pasangan anak manusia yang belum menikah, semua itu akibat praktik pacaran yang tidak pada tempatnya alias belum waktunya. Korban utama tentu adalah pihak kaum hawa, walaupun kaum Adam pun sejatinya adalah korban, hanya kalau kaum Adam berarti menjadi korban setan, sementara kaum hawa menjadi korban dari dua makhluq Allah Ta'ala sekaligus, yaitu setan dan anak keturunan Nabi Adam alaihissalam.
4 PASUTRI only
“ istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.....” (albaqoroh : 223)
satu-satunya cara yang legal lantas aman untuk berpacaran adalah setelah menikah, aman dari bencana dunia berupa hamil diluar nikah maupun aman dari adzab Allah Azza wa Jalla yang menunggu kelak di akhirat, maka pacaran setelah menikah tentu lebih asyik dan bebas. Loh kok bisa? Ayat diatas adalah jawabannya...
pacaran memang hanya milik pasutri , hubungan yang tadinya haram menjadi halal, bahkan dalam beberapa kasus tertentu bisa menjadi wajib. Yang perlu diingat bahwa tidak ada lagi batasan aurat antara suami maupun istri, betul-betul bebas, hingga tentu mengasyikkan. Hal ini karena dalam islam, istri memiliki hak yang harus ditunaikan oleh suami. Meski sebelum menikah, yang namanya nafsu syahwat itu tabu untuk diumbar, namun setelah menikah amat bebas terbuka bagi pasangan sahnya. Rasulullah bersabda yang artinya : “ jagalah auratmu kecuali kepada istrimu dan budak sahayamu” ( HR. Ahmad)
KEKASIH SEJATI BERCINTA SUCI
pacaran merupakan ungkapan nafsu yang diramu oleh setan, maka didalam mengungkap cinta saat pacaran sangat kental warna nafsunya. Sedemikian rapuhnya cinta karena berpondasi diatas kemunafikan. Setiap pasangan ingin menampilkan dirinya sebagai makhluk yang sempurna, dan ketika muncul kekecewaan ,maka sebagaimana banyak kasus, pasangan akan dihabisi. Atau setidaknya ditinggal begitiu saja, maka siapa yang rugi? Dimanakah letak pertanggungjawaban?
Lain halnya dengan kekasih sejati (baca : pasutri) yang telah diikat dengan perjanjian suci. Meski diawal belum bertebar benih cinta, tetap akan bersemi cinta suci antar mereka. Apalagi ketika hadir buah hati penyejuk mata ditengah mereka, anak-anak yang gemas nan lucu yang akan meneruskan peradaban yang terbangun dalam keluarga. Pacaran dikalangan kekasih sejati tentu dilandasi cinta suci. Karena semangat mereka adalah saling mendukung, memperbaiki dan melengkapi, maka jika ada kelemahan dalam jiwa masing-masing, mereka akan saling menutupi.
Syariat telah menggariskan bahwa pacaran sebelum menikah adalah tindak kejahatan, maka marilah kita jauhkan diri dan saudara kita dari perbuatan ini. Sebagai muslim kita hendaknya mengambil pelajaran dari banyak kasus yang telah terjadi, hingga tidak terjerumus dalam kasus serupa yang memilukan dan menghinakan harga diri dan martabat ini.
Maka ingatlah sabda Rasullah Shallallahualaihi wasallam yang artinya : “ wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah karena sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.....” (HR. Muttafaq 'alaihi)
Kinilah saatnya melakukan pacaran yang tidak mendatangkan bencana dan kehinaan, bahkan sebaliknya mampu menghadirkan kesejukan, ketentraman dan ketenangan plus bebas, asyik dan menyenangkan. Dan dengan izinNya hal demikian akan mendatangkan anugrah berupa keturunan. Dengan demikian merupakan suatu kebahagiaan tersendiri manakala kita bisa segera mewujudkannya dalam pernikahan. Wallahu ta'ala a'lam.
Oleh : Abu Ahnaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar